Selasa, 08 Maret 2016

Tentang kami, ayah, surga

//Aku tenang dan senang, merasa aman berada di dekatnya, tangan kekarnya yang belang, jenggot dan cambangnya, senyumnya dan giginya yang rapih, perut buncitnya, mata kakinya yang kapalan, serta ubannya yang bertambah banyak. 

Abii yang suka lupa menaruh hp, atau menaruh kunci. Abii yang sering setelah baru saja berangkat sekolah, pulang lagi ke rumah untuk mengambil dompet. Abii yang suka menyindir kami kalau kami tidak membantu umii. Abii yang marah marah kalau tibatiba komputernya hang. Abii yang jarang sekali membelikan oleh oleh, apalagi pakaian kalau bepergian. Abii yang suka menaruh jaket di kursi dapur padahal sering diingatkan umii jangan meletakkannya disana. Abii yang total empat belas tahun lebih mengantar jemput anak-anaknya sekolah TK dan SD. Abii yang sering minta dipuji masakan nasi gorengnya. Abii yang sering minta dipijit punggungnya. Abii yang kalau uang gajiannya sebagai guru langsung dibagi untuk sekolah anak-anaknya seketika habis.

Abii yang tidak pernah marah kalau anak anaknya mendapat nilai ujian yang buruk. Abii yang tidak hanya bangga terhadap satu anaknya yang sudah menghafal setengah al qur’an. Tidak hanya bangga akan satu anaknya yang mampu naik sepeda roda dua di umur empat tahun. Tidak hanya bangga akan satu anaknya yang menjadi satu satu nya siswa berprestasi di bidang akademis di sekolahnya. Tidak hanya bangga akan satu anaknya yang pandai membuat puisi dan cerpen bahkan sampai dimuat di sebuah majalah. Abii yang selalu menjemput kami di terminal sepulang dari rantauan meski tengah malam  atau dini hari sekalipun. Abii yang melupakan sedikit rasa tidak enak badan-nya, rela mengantarkanku ke jogja, perjalanan enam jam di motor, sampai tidak masuk mengajar, hanya demi aku, demi mempermudah agenda dan tugas tugasku di jogja.

Aku juga mengagumi pemikiran abii, aku juga suka ketika abii berkhutbah, berkultum di masjid, menjadi narasumber sebuah acara, atau sekedar menjadi moderator. Aku juga suka mendengar abii bercakap dan berdiskusi dengan seseorang di seberang telefon, aku suka mendengar abii mengobrol dengan tamu atau mengobrol tatkala berkunjung ke rumah orang. Aku juga suka shalat berjamaah dengan abii, suka mendengar abii yang sedang mengisi halqah, atau sedang memimpin pertemuan peternak peternak, atau sedang mengajar bahasa inggris di SMP, atau sedang mengajar bahasa arab kecil kecilan. Aku juga suka mendengar kumandang hafalan abii di motor dan mobil, atau nyanyian maher zeinnya sambil memukul mukul paha, atau cerita cerita lucunya.

Aku mengingat semuanya,Bi. Meski itu selalu membuatku menangis.
Ya Rabb, limpahkan rahmatMu pada Abii. Jaga kesehatannya agar semua amanahnya sebagai pengemban dakwah dan sebagai ayah dapat dilakukan dengan baik.

Semoga karena dakwah inilah kita sekeluarga di dunia bisa berkumpul lagi menjadi keluarga pula di surgaNYA.

Abii, meski kami tak pernah mengatakannya, tapi kami sangat sangat sangat menyayangimu, Abii. Kami berjanji, kami akan menuruti permintaanmu, kami akan lakukan apapun. Kami akan menjadi anak anak yang membuatmu bangga. InsyaAllah.//

Guys, saya menemukan ini disalah satu blog seorang yang sangat saya kenal. Membacanya cukup membuat airmata saya meleleh. Bagaimana dengan kalian? Memang setiap ayah kita pasti berbeda. Tapi setidaknya ini cukup mewakili ungkapan seorang anak pada ayahnya yang tak mampu terucap langsung dihadapan ayah, bapak,  abii, abah, papa, atau papinya.

/Mengenang jerih payahnya selaras dengan berjalannya waktu semakin meyakinkan hati ini... tak ada yang perlu diragukan lagi...
Ummi, bantu sampaikan pada abii, kami mengaguminya... kami renungkan apa yang diperjuangkannya... kami ikuti jalan pilihannya... kami tahu abii selalu melakukan yang terbaik darinya... kami ingin terus bersama... dengannya dan engkau dijannahNya.. semoga Allah satukan kita... dengan jalan dakwah ini yang sama-sama kita perjuangankan.../
--kamilainas
--ulyalabibah
--athifzainabdullah

--tasnimanashrin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kaifa ra'yik?